SEJARAH PERUMUSAN
PANCASILA
Keterlibatan Jepang dalam perang
dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam kehidupan bangsa Indonesia yang di jajah
Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini disebabkan bersamaan dengan masuknya
tentara Jepang tahun 1942 di Nusantara,
maka berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang.
maka berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang.
Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara
terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa
perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di
umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang
istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian
diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda tanggal 1 maret 1945 yang
merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI).
Sebagai realisasi janji tersebut
pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan)
membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau
mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia. BPUPKI diketuai
oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso
dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Hchibangase”. Dalam
melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia
sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan
pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah
sebagai berikut.
a.
Sidang BPUPKI I : Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan
pada 29 Mei - 1 Juni 1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh Yamin menyampaikan
usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri ke-Tuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul
tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD
itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Kebangsaan
Persatuan Indonesia
3. Rasa
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia
b.
Mr . Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara
lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai
berikut :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar Bangsa
c.
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, diantaranya adalah Ir. Soekarno . Usul ini disampaikan
pada 1 Juni 1945 yang kemudian
dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu
melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip,
dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran
seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena
itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan
Pancasila.
1.
Kebangsaan Indonesia
2.
Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3.
Mufakat,-atau demokrasi
4.
Kesejahteraan sosial
5.
ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan
Trisila
1.
Socio-nationalisme
2.
Socio-demokratie
3.
ke-Tuhanan
Rumusan
Ekasila
1.
Gotong-Royong
d. Usulan-usulan blue print
Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama
yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945,
delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk
menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut
mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat
tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal
dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan
mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan
Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali
tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua
golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen
“Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh
Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf
keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi
rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para
"Pendiri Bangsa".
1. Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia
Catatan :
Paniti kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa
catatan-catatan tertulis selama sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan
bersama-sama dengan 38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa Hookookai
dengan susunan sebagai berikut :
Ketua : Ir. Soekarno
Anggota : 1) K.H.A Wachid Hasjim, 2) Mr. Muhammad Yamin, 3) Mr.
A.A. Maramis, 4) M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, 5) R. Otto Iskandar Dinata, 6)
Drs. Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo.
Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah
membentuk lagi satu Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs.
Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir.
Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno
Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut
sebagai panita 9 (sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter).
e.
Sidang BPUPKI II : Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada
10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam
Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli
1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas
menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal
dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal
dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat
pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam
Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir.
Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan
resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2.
Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5.
Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
f. PPKI :
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal
dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno
menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi
Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan
Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan , Mr. Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus
Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi
mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency
exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk
menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar
negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini
merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia
hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Dalam sidang PPKI memberi rumusan
Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa
2. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan
5. Keadilan Sosial
bagi seluruh Rakyat Indonesia
16 Agustus 1945
Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945.
Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.
Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945.
Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.
17 Agustus 1945 Pembacaan Teks Proklamaasi di Jl. Pegangsaan Timur no. 56
(sekarang gedung pola).
MASA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pembentukan pemerintahan Indonesia:
a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945)
- Mengesahkan UUD 1945ü
- Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakilü
- Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan - wakil sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945)
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
- Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya
- Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya.
c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu;
- Komite Nasional Indonesia (KNI)
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pembentukan pemerintahan Indonesia:
a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945)
- Mengesahkan UUD 1945ü
- Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakilü
- Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan - wakil sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945)
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
- Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya
- Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya.
c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu;
- Komite Nasional Indonesia (KNI)
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Badan Keamanan Rakyat (BKR)
0 komentar:
Posting Komentar